Senin, 16 Mei 2011

Cerpen: Satu Keputusan

Seorang cewe sedang berdiri di depan kelasnya, berharap hujan yang tak kunjung reda itu cepat berhenti, saat itu jam menunjukkan pukul 4 sore. “Ehhh, ngapain lo berdiri disitu?” Tiba-tiba seorang cowo menghampirinya, Cewe itu nampak sedikit kaget, mendengar suara barusan.
            “Klo ada bangku, dari tadi gue juga udah duduk kali.” Jawab Silla dengan sinis. Yups, nama cewe itu adalah Silla, dan cowo itu bernama Vian. Suasana di SMA Jaya Merdeka saat ini terlihat sepi karena kebanyakkan muridnya sudah pulang sejak tadi, mungkin hanya tinggal mereka berdua yang disana.
            “Ngapain lo disini? Perasaan gue, pulang sekolah jam 2 kan?” Dengan gayanya yang emang cool, Vian berdiri disamping Silla.
            Ya..ampun...ngapain sih ni orang mesti ada disini juga. Ucap Silla dalam hati. “Lo sendiri ngapain ada disini?” Lanjut Silla kemudian, sambil memeluk tasnya erat-erat seolah sedang kedinginan.
            “Suka-suka gue donk! Mau ada dimana!!” Vian melirik ke arah Silla. “Dingin ya?? Pake jaket gue niy.” Vian membuka jaketnya lalu memberikannya pada Silla.
            “Ga usah sok care deh.”
“Yaelah galak amat sih mbak? Hehehe.., yawda klo ga mau.” Akhirnya mereka berdua menunggu hujan reda berdua. Walaupun saling diam-diaman.
Vian sama Silla emang gag pernah akur klo ketemu, selalu saja ribut. Apalagi sejak kejadian 4 bulan yang lalu. Silla bicara dalam hatinya. “Vian, Vian lo ga berubah ya? Sama aja kaya dulu”. Silla memperhatikan Vian yang berdiri disampingnya. “Hmm...Di liat dari sisi manapun, lo tetep aja manis. Duh kok gue jadi mikir macem-macem gini sih?” Ungkap silla sambil terus memperhatikan Vian.
“Ngapain lo ngeliatin gue kaya gitu? Masih naksir ya? Ngaku aja deh?” Vian membuyarkan lamunan Silla. Jelas lah Silla kaget dipergokin kaya gitu.
“Hah?” Ihh...Pede banget sih Lo!!” Jawab Silla gelagapan.
“Hahaha...udah deh ngaku aja.. klo iya juga ga papa kog, hmmm..... malah gue seneng banget.” Ihh... kok dia malah cengar-cengir...nyebelin banget sih ni anak, pake acara ngeledek segala..uhh....
“Malez banget deh!!” Jawab Silla sinis.
“Caelah,salting niy...hehehe becanda kog”
Ya Tuhan kenapa sih gue mesti ketemu Vian disini? Mana jadi salting begini, uhhh…nyebelin deh!! Cepetan donk berhenti hujannya. Gag tau kenapa, Silla emang paling takut sama hujan.
“Sil, Silla.. Kenapa lo? Kesambet ya? Hahaha…”
“Gag Lucu Vian!!” dan saat itu juga Silla memutuskan buat ujan-ujanan dari pada lebih lama lagi sama dia. Uhh.. Baru ajah Silla melangkah…
“Tunggu Sill!!” Upppss, Vian menarik tangannya Silla.
“Lepasin gag?”
“Gag!! Sebelum lo jawab pertanyaan gue!!”
Waduh, pertanyaan? Kira-kira Vian mau nanya apa ya sama Silla? Jangan-jangan tentang masalah yang dulu. Sejak kejadian itu Silla selalu bersikap sinis dan menjauhi Vian begitu pula Vian selalu memperlakukan Silla dengan cara yang sama. Tiba-tiba Silla mengingat kejadian 4 bulan yang lalu.

Xxx

4 bulan yang lalu
            Silla sedang menunggu kedatangan seseorang dengan resah, ia ingin mengungkapkan sesuatu yang selama ini terus membuatnya merasa bersalah. Sore itu di sebuah taman.
“Aloww sayang… Lama ya nunggunya?” Ucap Vian dengan manisnya.
            Silla membalas sambil tersenyum. “Gag kok, santai aja. Duduk Vi.”
            “Makasih.. Btw, mau ngomong apa Sill?”
            “Mmm…Aku.. Aku sayang kamu. Vian.”
            “Ya ampun Silla, klo itu sih aku udah tau!! Aku juga sayang banget sama kamu.” Vian memang tau banget cara bikin hati cewe  melayang, apalagi sikapnya pada Silla bikin iri cewe-cewe satu sekolah. hehehe… “Kamu jangan pernah tinggalin aku ya?” Lanjut Vian kemudian.
            “Tapi Vi…” Pernyataan Vian barusan bikin Silla tambah berat ngambil keputusan ini.
            “Tapi apa Silla?”
            Silla terdiam sejenak, “Maavin aku ya Vian. Tapi kita harus putus!!”
            “PUTUS!!” Jelas sekali Vian terkejut dengan keputusan Silla. “Maksud kamu apa Sill? Aku punya salah? Bilang donk, jangan bikin aku bingung begini.”
            Silla hanya terdiam, ia juga gag tau harus ngomong apa lagi. “Iya.. Aku mau kita putus!! Please jangan tanya aku kenapa.”
            “Kenapa?”
            “Aku gag bisa jawab!!” Silla lalu pergi secepatnya dari taman itu, meninggalkan Vian yang masih terdiam.
Xxx

            “Sill..Silla…” Suara Vian membuat Silla tersadar dari ingatanya.
            “Apaan sih lo!! Lepasin gag?”
            “Please Jawab dulu pertanyaan gue.” Sikap Vian yang memelas ini bikin Silla luluh juga.
            “Ywda, apa?”
            “Kenapa sih Sill, lo dulu mutusin gue?”
            Tuh kan bener, pasti Vian mau nanya kejadian itu. “Lo mau tau kenapa?” Vian hanya menganggukkan kepalanya. Please lepasin dulu tangan gue..
            Vian pun melepas genggamannya.
            “Rana suka sama lo.” Silla memulai penjelasannya.
            “Maksudnya?”
            “Lo tau kan Rana itu sahabat gue? Sejak dia tau gue jadian sama lo, Rana berubah Vi.. Seolah-olah dia menganggap gue musuh terbesarnya.. Setiap hari gue makin gag tahan dengan sikapnya Rana. Awalnya gue gag tau kenapa dia kaya gitu. Tapi ternyata itu semua karena lo Vi, Rana suka sama lo. Kenapa sih lo gag pilih Rana?”
            “Gue sayangnya sama lo bukan sama Rana!!”
            “Gue gag bisa liat Rana sedih  Vi, dia pasti sakit hati banget sama gue.”  Silla pun tak kuasa menahan air matanya yang pelan-pelan mengalir membasahi pipinya. “Akhirnya gue pilih untuk putus dari lo, mungkin dengan begitu Rana bisa balik kaya dulu lagi. Gue gag mau kehilangan sahabat baik gue Vi”
“Tapi lo tega bikin gue sedih?”
“Bukan gitu maksud gue!!”
“Trus apa? Lo putusin gue tanpa alasan yang jelas!! Tiba-tiba pergi gitu ajah.” Vian tertunduk.
“Vian maafin gue. Lo gag ngerti apa yang gue rasain waktu itu.” Silla pura-pura tegar, padahal ia sama sakitnya dengan Vian. “Gue tau Vi, gue salah.. Tapi gue gag…”
“Sill, udah!! Gue gag mau penjelasan apa-apa lagi!!” Bentak Vian. Silla gag nyangka Vian akan semarah ini. Air matanya semakin deras mengalir.
Silla berlari menerobos derasnya hujan, ia tak peduli. Kali ini ia ingin menangis sekencang-kencangnya di bawah hujan. Silla tidak ingin Vian tahu bahwa perasaannya sedang hancur saat ini.
Tiba-tiba Vian berlari menyusul Silla yang sudah basah kuyup, lalu memeluk gadis itu. Silla hanya terdiam, ia tidak berusaha melepaskan pelukan itu. “Maafin sikap gue ya, Sill? Gue fikir lo cuma maenin gue doank. Gue terlalu sakit hati Sill dengan keputusan lo yang tiba-tiba. Padahal waktu itu kita kan lagi mesra-mesranya. Tapi lo malah mutusin gue.”
Silla menarik nafas dalam-dalam. “Wajar kok klo lo marah sama gue. Gue juga minta maaf Vi, karena selama ini gue jahat sama lo. Sejak kejadian itu, setiap kita ketemu pasti selalu berantem. Padahal sejujurnya gue sayang sama lo. Gue cuma gag mau lo tau apa yang gue rasain sebenarnya. Tapi gue terpaksa…”
Vian melepas pelukannya, sambil mengusap wajah manisnya yang diguyur hujan. “Sekarang gue ngerti Sill, sebenernya lo sayang sama gue kan?”
Silla menganggukan kepalanya.
“Gue juga sayang sama lo. Dulu, sekarang bahkan seterusnya, gue tetep sayang sama lo.” Mereka pun berpelukan kembali di tengah hujan yang masih mengguyur. Silla yang menyadari kesalahannya membalas pelukan itu dengan lebih erat.
Dan tanpa disadari oleh keduanya, Rana memperhatikan mereka sejak tadi. Ia tidak menyangka kerena dirinyalah Silla dan Vian putus. Padahal waktu itu ia hanya tak bisa terima kenyataan jika Vian lebih memilih Silla dibandingkan dirinya, tanpa ada maksud ingin memisahkan keduanya. Tapi kemudian ia tersenyum. “Lo emang pantes dapetin Vian, Sill. Karena lo sahabat yang baik. Gue beruntung punya sahabat kaya lo.” Ucap Rana pelan. Lalu meninggalkan tempat itu.

By: Eycie Gisca (Feb, 2010)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar